Turut berbahagia untukmu, Kas.
Selamat Pagi,Kashva, aku sungguh padamu, pecinta dalam diam. Tunggu saja saatnya, jika dia benar "dia-mu" dia akan datang menjemputmu. Selamat jatuh dan jangan lupa bangun, ya.
Aku Kashva, aku ingin sedikit bercerita tentang gundahku yang telah lama bersemayam padamu. Boleh 'kan?
Hari itu, di kelas yang masih sepi. Kulihat dia duduk menyandar di pojok kelas, apa yang begitu mengganggu pikirannya hingga tak menyadari hadirku juga teman lainnya. Menekuri ponsel di genggamannya, ia tak terusik sama sekali dengan kehebohan kelas pagi itu. Sesekali kucuri pandang ke arahnya. Ah, manis sekali wajahnya. Namanya? Ah iya aku belum tau namanya. Nanti sajalah pikirku, masih ada banyak waktu mengenalnya apalagi sekedar tau namanya. Deg, saatku menoleh kearahnya untuk sekali lagi mencuri pandang, dia mengangkat kepalanya dan matanya tepat tertuju padaku. Sinar mata itu duhai indahnya, senyumnya menghadirkan lesung pipi di wajahnya, mana bisa kutolak untuk menikmati itu walau sebentar.
Sejak hari itu, aku memaknai hadirnya sebagai suatu nilai tambah di tiap kelasku. Aku tak gegabah lalu menganggap aku jatuh cinta padanya, tidak. Aku hanya menikmati tiap kali mataku kita bertemu, tiap kali senyum manisnya tersinggung. Kau tau, saat terlihat kikuk dia lucu sekali, menggemaskan. Jika dia halal bagiku, mungkin sudah kucium - cium. Ah, tidak itu terlalu berlebihan. Aku suka saja pada apa yang ada padanya. Suara khasnya, senyum manisnya, rambut berantakannya, semuanya. Rambut berantakannya selalu saja membuatku susah payang menahan keinginan untuk menanamkan jemariku di hutan yang ada di kepalanya. Menahan keinginan aku untuk menjambak manja rambutnya, yang sepertinya halus. Sembari memainkan rambutnya aku ingin ia berbicara panjang lebar dan aku menyelami kedalaman isi pikirannya. Ya, aku ingin sedekat itu, tidak bisakah? Ah.
Berbulan - bulan kemudian, entah bagaimana ceritanya aku sudah begitu saja dekat dengannya. Entahlah ini dekat jenis apa, yang pasti masih dalam batas aman seorang teman. Dengan kurang ajarnya, dia banyak merepotkanku dengan urusan - urusannya yang tak bisa ia selesaikan sendiri. Semuanya terlihat lebih kurang ajar ketika aku harus tersengal - sengal menahan rasa. Mengontrol setiap letupan di dada, meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan apa - apa. Membohongi diri sendiri bahwa aku tak memiliki rasa apa - apa, padahal senang itu buncah sudah. Obrolan panjang yang hampir hadir di malam - malam panjang, yang membuatku rela saja terbangun untuk sekadar membalas pesannya. Di mana lagi bisa aku sembunyikan rasa ini?
Aku seperti lupa inikah tingkah orang jatuh cinta, aku rasanya tak bisa melihatnya dengan biasa saja lagi. Ada yang berdesir setiap kali melihatnya, ada rasa ingin menertawai diri sendiri pula. Dia jenis pria datar,berdasar pada observasi sok tau-ku. Dia pria yang, ah aku tak ingin membayangkannya. Sekarang ini aku dalam proses pemuliham setelah sekian banyak sakit yang menaun sudah. Tapi, lagi - lagi aku harus jatuh dalam dia. Berat sekali menjaga hati ini, memang rasa ini tak ada yang dapat menebak kapan datangnya, tapi begitulah aku selalu saja ingin menolak.
Dalam waktu dekat ini kita akan berpisah. Dia entah akan melanjutkan ke mana dan aku ke mana. Dalam waktu lama, aku takkan melihat senyum manisnya lagi. Banyak sudah potret - potretnya menghiasi folder galeri di ponselku, bisa kulihat ulang nanti, ketika aku rindu dia. Ah, tak apalah kali ini aku mengaku lemah padamu, ya kadang aku rindukannya. Aku bisa apa? Ah, sudahlah.
Sudah waktunya aku untuk tidak gegabah mengartikan maksud sikap orang lain. Sudah waktunya bagiku untuk tidak begitu saja mengklaim diri ini jatuh padanya, jatuh jenis apapun. Akan kusimpan semua ini sendiri, biarlah aku dan Tuhanku yang tau isi hatiku bagaimana. Akan kugaungkan namanya dalam doaku, semoga menggetarkan langit untuk kemudian didukung semesta, diridhoi Sang Pemilik Hati. Jika waktunya datang, semoga saja dia tau bahwa aku pernah sebegini beratnya harus selalu bertemu sekaligus menahan tangan, kaki, juga pikiran dan hati untuk tidak selalu tertuju padamu.
Aku semogakan banyak semoga untukmu, Kanda. Sampai jumpa suatu saat nanti, ketika aku bisa biasa saja menatap lurus pada matamu, ketika tak ada lagi letupan di dada saat kau tersenyum manis.
Salam Hangat,
Kashva.
Salam,
A. Faza